iklan

Monday, May 7, 2018

Cerita Rakyat Serawai


LEGENDA DARA MUNING


(Cerita Rakyat Kecamatan Serawai)


            Pada zaman dahulu, hiduplah seorang perempuan yang memiliki kecantikkan yang sungguh menawan. Namanya adalah Dara Muning, Dara Muning ini memiliki seorang anak yang bernama Bujang Munang. Mereka berdua hidup di sebuah desa di tengah hutan. Kehidupan mereka berdua sederhana saja.
            Hampir setiap hari Bujang Munang pergi berburu ke dalam hutan dan pergi memancing ke sungai untuk mencari hewan yang bisa di jadikan lauk. Hari-hari mereka berdua lewati layaknya ibu dan anak pada umumnya.
            Hingga pada suatu hari ketika Dara Muning sedang memasak nasi di dapur, Bujang Munang masuk ke dalam rumah mencari Dara Muning. Bujang Munang Munang memanggil ibunya sambil berlarian hingga ia menabrak periuk nasi yang sedang Dara Muning gunakan untuk memasak nasi.
            Melihat kejadian itu Dara Muning sangat marah kepada Bujang Munang, di ambilnya sendok nasi yang ada di dekat periuk yang terjatuh tadi lalu di pukulnya kepala Bujang Munang hingga berdarah. “Kenapa ibu memukul ku?” tanya Bujang Munang keheranan. “Pergi kamu dari rumah ini, jangan kau tampakkan wajah mu di hadapan ku lagi” jawab Dara Muning dengan penuh emosi. “Ibu aku minta maaf, tolong maafkan aku” pinta Bujang Munang dengan rasa bersalah dan penuh harap. “Tidak, pergi kamu dari sini. Kamu anak yang tidak berguna” jawab Dara Muning dengan emosinya dan dengan tidak menatap muka Bujang Munang.
            Mendengar jawaban ibunya tersebut, Bujang Munang pun pergi meninggalkan rumah dengan rasa bersalah dan kesedihan. Hari demi hari berlalu Dara Muning mulai merasa kesepian tanpa adanya Bujang Munang. Dara Muning pun menyesali perbuatan yang telah ia lakukan kepada anak satu-satunya yang ia miliki. “Kenapa aku tidak bisa mengontrol diri, anakku hanya melakukan kesalahan kecil saja tetapi aku tidak memaafkannya” ucap Dara Muning di dalam hatinya dengan penuh penyesalan.
            Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah belasan tahun Bujang Munang pergi meninggalkan kampung halamannya. Seiring berjalannnya waktu tersebut juga, Dara Muning sudah bisa melupakan kepergian anaknya dengan mulai terbiasa hidup sendiri dan membaur dengan masyarakat yang lain.
            Pada suatu hari Bujang Munang kembali ke kampung halamannya, tetapi kampung halamannya sudah jauh berbeda dari pada saat ia meninggalkannya dulu. Bujang Munang berfikir bahwa ibunya sudah meninggal dunia karena ia yakin ibunya pasti sudah tua selama ia pergi. Ketika sedang berada di daerah perumahan warga, Bujang Munang terkesima (terpukau) dengan kecantikkan salah seorang perempuan yang ada di sebuah rumah.
            Bujang Munang pun berkenalan dengan perempuan tersebut, setelah berkenalan di ketahuilah bahwa nama perempuan tersebut adalah Dara Muning (yang sebenarnya adalah ibu kandungnya sendiri). Bujang Munang jatuh cinta kepada Dara Muning dan begitu pula Dara Muning juga jatuh cinta kepada Bujang Munang. Hari demi hari berlalu Bujang Munang dan Dara Muning pun selalu bersama-sama, melewati hari-hari dengan penuh bahagia. Meskipun sering bersama-sama, tetapi tidak ada satupun diantara mereka berdua yang tahu bahwa mereka berdua adalah ibu dan anak.
            Merasa sudah saling sayang dan saling cinta, Bujang Munang dan Dara  Muning pun memutuskan untuk menikah. Pada suatu hari ketika Bujang Munang dan Dara Muning sedang bersama, Bujang Munang baring di pangkuan Dara Muning. Dara Muning membelai-belai rambut Bujang Munang, Dara Muning melihat ada bekas luka di kepala Bujang Munang.
            “Kenapa ada bekas luka di kepala mu Bujang Munang?” tanya Dara Munig keheranan. “Oh itu bekas luka akibat pukulan ibuku dulu menggunakan sendok nasi” jawab Bujang Munang. Mendengar jawaban Bujang Munang, Dara Muning terkejut karena hal tersebut pernah ia lakukan kepada anaknya belasan tahun yang lalu. “Kenapa kamu bisa sampai di pukul oleh ibumu dan kapan kejadian itu terjadi?” tanya Dara Muning lagi dan memastikan bahwa Bujang Munang itu adalah anaknya. “Belasan tahun lalu yang lalu ibuku sangat marah padaku hari itu, karena aku menumpahkan periuk nasinya dan ia juga mengusirku dari rumah” jawab Bujang Munang jelas.
            Mendengar jawaban tersebut, Dara Muning yakin bahwa Bujang Munang tersebut adalah anaknya. “Bujang Munang anakku” ucap Dara Muning sambil memeluk Bujang Munang. “Apa maksudmu?” tanya Bujang Munang keheranan. “Kamu adalah anakku yang ku usir belasan tahun yang lalu, karena menumpahkan periuk nasiku. Aku ingat sekali dengan bekas luka di kepala mu ini akibat dari sendok nasiku” jawab Dara Muning dengan tegas. “Tidak Mungkin kau ibuku, ibuku sudah lama meninggal saat aku pergi dulu” ucap Bujang Munang lagi.
            Bujang Munang tetap tidak mau percaya bahwa Dara Muning itu adalah ibunya, dan tetap inigin menikahi Dara Muning. Akhirnya Dara Muning pun dengan terpaksa menikah, namun pada saat hari pernikahan mereka cuaca sangat tidak bersahabat, petir dan kilat terus menyambar di langit. Hujan deras turun membasahi kampung itu, badai pun tak dapat di hindari. Alam dan Tuhan tidak merestui pernikahan mereka, akhirnya mereka berdua di kutuk menjadi batu. Batu itu hingga kini masih berdiri kokoh di Dearah Serawai dan dikenal orang dengan nama batu Dara Muning.

unggulan

Pidato Tentang Dampak Positif dan Negatif HP

Assalamualaikum wr.wb Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua Yang terhormat Camat A.6 Yang saya hormati Kapolsek A.6 Y...

populer